Cerita sedih banget tentang Ayah dan Anaknya
Ayah menggendongku menuju halaman rumah, hari ini Ulang Tahunku yang ke 6... Ayah tersenyum lalu mengusap kepalaku dan mengecup keningku, sambil membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. "Tutup dulu yah matanya, nanti kalau Ayah bilang buka, baru boleh buka " Aku mengikuti perintah Ayah saat itu. Lalu tak lama kemudian, "Ayo, sekarang kamu boleh buka mata kamu". Aku terkejut, ternyata Ayah membelikan aku sepeda baru. "Ayah aku seneng bangeet :) Makasih Ayah :)". Aku belajar, terus belajar, terus jatuh, bangun lagi, jatuh, bangun lagi.. "Hey pah, itu awas si Ade jatuh tuh" Mamah meneriaki Ayah. Tapi Ayah terus mendorongku "Ayo terus nak, bangun lagi!! biar ga' jatuh lagi!! ayo ayoo!! ". Aku terus bangkit lagi sampai akhirnya... "Blaaastt!! aku bisa!!!! :). Aku senang sekali saat itu. Aku melihat Ayah tersenyum bangga. Sedangkan Ibu senang tapi tampak khawatir padaku.Sekarang, umurku sudah 16 tahun...
Saat aku lelah, baru pulang sekolah, Ayah memanggilku.. "Hey nak, makan dulu!"aku merengut dan berkata "AH!! males Yah!!" nadaku sedikit membentak saat itu. Malam harinya, saat aku sedang makan, aku berkata kepada Ayah " Ayah, sebentar lagi aku Ulang Tahun, Aku mau minta uang untuk nraktir teman-temanku". Ayah menoleh sejenak, lalu tersenyum padaku. "Iya, nanti Ayah berikan".
Aku terbangun tengah malam, mencari air untuk diminum.Kakiku tertatih2 berjalan sempoyongan karena jelas aku mengantuk. Kakiku melangkah melewati kamar Ayah dan Mamah, Sekilas aku melihat Ayahku sedang melaksanakan Shalat Tahajud, aku terus berjalan ke dapur. Selesai minum, aku kembali melewati kamar Ayah, ku dengar samar2 isak tangis dari dalam kamar, Ku intip Ayahku sedang berdoa dari sela2 pintu yang terbuka. "Ya Allah, berilah keluarga Hamba Rezeky-Mu yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup kamu. Ringankanlah beban hidup hamba. Jaga keluarga hamba dari Syaitan yang terkutuk" suara itu perlahan2 menghilang, berganti jadi tangis. Aku tidak tau pasti apa yang membuat Ayah menangis. Aku ingin bertanya, tapi kantukku tak terkalahkan. Aku melenggang pergi menuju kamarku kembali.
Pagi2 sekali Ayah sudah bergegas pergi ke kantornya. Mamah membuat sarapan, dan aku bergegas mandi. Saat hendak berangkat sekolah, "Mah, Ayah mana??", Mamah menatapku sekilas lalu berkata sambil merapikan meja makan "Udah pergi ke kantor tuuh". "ooh" jawabku singkat. "Aku berangkat sekolah dulu yah maaah, Assalamu'alaikum..". "Wa'alaikumsalam".
Jam dinding kelasku menunjukan pukul 12.45. Masih 1 jam setengah lagi aku baru bisa pulang."Eh, Melia Putri, jangan bengong muluuu dooong!!" Ersa, sahabatku seketika menyadarkan aku dari lamunan ku. "Ciieee, tau deeh yang bentar lagi Ulang Taon.. ". Aku baru teringat, Ulang Tahunku sebentar lagi. Aku mulai menulis di secarik kertas, apa2 saja yang akan aku beli, siapa saja yang nanti akan aku teraktir, dan berapa budget yang harus aku sediakan untuk membeli itu semua.
Selesai shalat Maghrib, aku melengkah menuju ruang keluarga, tapi aku melihat mamah menangis melengkah terburu2 ke arah kamar. "Astaghfirullah hal adziim" Ayah terduduk di kursi sambil menangis, Aku ingin menghampiri ayah. tapi, "Ayah bangkrut nak, Ayah udah ga' kerja lagi.Sekarang Mamah pergi, kita udah gapunya apa2 lagi" Aku terhenyak sesaat. "Astaghfirullah". Aku terbirit ke kamar. Adzan Isya berkumandang, aku bergegas mengambil air wudhu, dan kemudian melaksanakan shalat Isya. Selesai shalat, sadarku sejak tadi, air mataku terus mengalir. "Ya Allah, di hari Ulang tahunnnku yang ke 17 nanti, Ulang tahun tanpa Mamah disampingku, Ulang tahun sederhana yang mungkin tak ada sesuatupun yang spesial. Ya Allah, Ringankan beban keluargaku. Kembalikan Mamah, kembalikan pula pekerjaan Ayah." aku terhanyut dalam do'aku.. dan tertidur lelap hingga keesokan harinya.
Aku sudah rapi dalam balutan seragam SMA ku. Rapi, Berjilbab, tapi sembab :(. Aku bergegas memakai sepatu . Mamah sudah pergi. lemarinya kosong. hanya ada baju2 Ayah disana. Air mata kembali mengalir. "Sarapan nak??. Aku terhenyak, Ayah mengulurkan tangannya. Wajahnya pucat, Banyak kesedihan tersirat di matanya. Aku tak kuasa menatap mata Letih itu lama2. aku hanya menyunggingkan seurat senyuman. Lalu bergegas ke dapur. hanya ada telur disana. Entah mengapa, tiba2 serangkaian kalimat bodoh keluar dari mulutku "Aku ga' suka telur. Aku mau sarapan yang di bikin sama Mamah" lalu aku melaju pergi keluar dari rumah. Rasa sedih kembali menghantuiku. Tangisku semakin menjadi-jadi ketika aku melihat keluarga utuh, Ibu, Ayah, dan Anak. "Ya Allah cobaan apalagi yang Kau hadirkan untukku ya Rabb" Sekilas aku menyalahkan Ayah yang kehilangan pekerjaannya. Menyalahkan Mamah yang pergi meninggalkan aku dan Ayah begitu saja. Sampai aku tersadar bahwa sekolahku sudah jauh terlewat. Aku bergegas turun.
"Mel, udah lah, tenang ajah, Allah pasti kasih buah manis setelah apel busuk yang kamu telan sekarang.. Udah, jangan sedih". Ersa terlihat khawatir melihat keadaanku sekarang. Hanya dia yang tau keadaanku. hanya dia. "Mel, tadi gue liat Ayah loe, di jalan, lagi mungutin sampah. Ada kerja bakti sosial di kantor ayah loe??". Aku termangut sedih Ersa mengelus2 pundakku "Iyah, ada bakti sosial di kantor ayahnya". "loh, tapi ko' Melani nagis sih Sa??". "Melani lagi ga' enak badan,,"
Hari berganti hari, Ulang Tahunku semakin dekat. Tinggal 5 hari lagi. Keadaan sekarang semakin membuatku terpuruk. Ayah sekarang hanya jadi tukang ojek, bahkan terkadang Ayah memungut sampah. Waktu semakin membuatku menyalahkan Ayah. Entah apapun alasannya. Untuk beli beras pun aku sudah susah. Apalagi untuk membeli kue untuk Ulang Tahunku nanti. Ditambah pindahnya Ersa dari sekolahku karena keluarganya pindah. Keterpurukanku terkadang membuatku menjadi manusia paling tidak bersyukur, selalu berfikir bahwa Tuhan itu ga' adil. Padahal jelas, aku masih memiliki Ayah yang sangat menyayangiku.
"Mel?? Assalamu'alaikum Mel??" Suara Riuh dari pintu depan terdengar sangat parau. Menggangu tidurku. ku langkahkan kai ke pintu depan "Iyah pak, bu, ada apa?? malam2 begini ramai2 sekali??". "Ayah mu Mel, Ayahmu kecelakaan. sekarang kita harus cepat ke rumah sakit Teratai merah!!!". Tanpa berkata apa-apa lagi, aku langsung bergegas, berlari secepatnya.
"Ayahku Bisu dan Tuli" setiap hari aku menemukan tulisan itu pada bangku, meja, papan tulis, buku-buku pelajaranku. Bahkan tak jarang orang-orang jahat menuliskan serangkaian kalimat itu lalu menempelkannya di punggungku. Aku muak. Aku lelah!!!!. Aku ingin Ayah yang lebih baik dari ini. Ayah yang tak bisu dan tuli. Ayah, yang seperti Ayah-Ayah lainnya. Ayah yang bisa mendengar harapan dan ketakutanku. Ayah yang berbicara, dan mengerti aku. Berharap lebihpun aku percuma. Tuhan tak akan mendengarkan do'aku.
Tiga hari menuju hari Ulang tahunku. Namun semua terasa semain pelik. Aku tak punya teman di sekolah, tak pula di rumah. Marah dan benci menyelimutiku ketika aku harus melihat Ayah yang semakin hari tampak aneh dengan bahasa barunya "bahasa isyarat". Bahasa yang membuat aku semakin terpuruk dengan kenyataan bahwa Ayahku tak seperti Ayah yang lain. Rasa sakit dan putus asa ku rasakan setiap hari. Setiap Ayah mengantarkan aku ke sekolah, lalu berkata dengan bahasa barunya "Hati-hati, jadilah anak yang baik". Tersenyum pun aku malas. Hingga muncul lah pikiran-pikiran baru "Untuk apa aku hidup kalau hidupku diisi dengan rasa malu seumur hidup??"
Praaak!!!! Aku lemas tak berdaya, ketika pecahan kaca dari gelas yang kupecahkan ku goreskan pada kulit pucatku. Aku tak tau lagi apa yang terjadi. Semuanya gelap.
Sadarku dalam keheningan malam. Dalam kesendirian yang nyata. "Kemana dia saat aku seperti ini?". Aku menyesali Ayah yang tak ada di sampingku saat ini. Tapi, dimana aku?? Apakah aku masih berada di tempat yang sama?? di tempat saat aku terjatuh tadi??. Sorot lampu saratkan semua tanda tanya yang terngiang2 di benakku tadi. "Ini Rumah Sakit" bisikku dalam hati. Seorang dokter menghampiriku lalu membuka benda yang membuat leherku tidak bisa bergerak. Setelah dibuka, aku menoleh ke samping kananku. "Itu Ayahku" terbujur kaku di atas ranjang di samping ranjangku. Ku genggam tangannya sambil menangis. "Dingin". Seperti mayat. Lalu dokter berkata kepadaku "Ayahmu, telah menghabiskan seluruh darahnya untuk di transfusikan ke dalam tubuhmu. Tubuhmu kehilangan sangat banyak darah. Dan Ayahmu menggantikan darah-darah yang hilang itu dengan darahnya. Dan akhirnya, Ayahmu harus kehilangan nyawanya karena terlalu banyak kehilangan darah". Aku terhenyak. menangisi sosok beku di sampingku. Dingin, Pucat, Tak bernyawa, dan Terlihat parau tanpa Senyum di wajahnya lagi. Ayah sudah pergi, demi aku.
Aku di pulangkan ke rumah 3 hari setelah kematian Ayah. Sebenarnya aku di paksa tinggal bersama sanak saudaraku. tapi aku enggan, aku ingin mengenang momen-momen indah bersama Ayah dulu di rumahku. Kaki ku lengah, terpungkai jatuh ke lantai tempat dulu Ayah memperlihatkan hadiah Ulang tahunku yang ke 6... "sebuah sepeda baru". Namun kupaksakan terus berjalan. Kakiku melangkah ke arah dapur. Dimana aku dulu duduk tertawa melihat Ayah yang makannya 2 piring sekaligus. Dan aku melihat sesuatu diatas meja makan. Sesuatu yang terlihat menjijikan. Sesuatu yang berbau basi. "Sebuah Kue Ulang Tahun" bertuliskan krim merah muda "Happy B'day Sayang". Aku terhenyak. Lalu melihat sepucuk surat yang berisikan
"Untuk Melia tersayang. Maafkan Ayah. Telah membuat kamu malu selama ini. Ayah bisu dan tuli. tak seperti Ayah yang lain. Yang normal, Yang bisa mengerti keadaan, jeritan, harapan anaknya. Tapi Ayah selalu berusaha menjadi yang terbaik untukmu. Bahkan Ayah paksakan berteriak, walau Ayah tak bisa. Berusaha mendengar, walau Ayah tak mampu. Ayah membeli kue ini dari hasil memulung. Walaupun mungkin kue ini tak begitu cantik, tapi Ayah harap kamu menyukainya. Jangan lihat Ayah yang Bisu dan Tuli, Tapi lihatlah Ayah sebagai Ayah yang selalu menyayangimu. Ayah yang Mencintamu lebih dari apapun. Selamat Ulang Tahun"
Dan sekarang, melihat sekeliling pun semuanya sama. Hampa. Tak ada teriakan samar di ujung pintu lagi. tak ada tawa tanpa suara lagi. tak ada Cinta yang terasa lagi. Cinta yang kuabaikan. Ku sia-siakan demi egoku. Dan sekarang semua berubah. Semuanya kosong, sunyi. Kemanakah aku harus berteriak?? kemanakah harus kucari lagi Ayah yang seharusnya aku banggakan selama ini??? Kemana harus kucari Ayah disaat aku merindukan Ayah??? Demi aku yang Tolol, Ayah rela pergi. Dan sekarang, Aku harus benar-benar merasakan Kehilangan yang dalam. Yang tak kutau dimana akhirnya. Semoga Ayah bahagia disisi Allah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar